Senin, 13 Juli 2020

HUKUM DALAM WARALABA

Nama    : Theresia Saija

NPM      : 26215868

 

HUKUM DALAM WARALABA

Pengertian Waralaba

Waralaba yaitu hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba (Pasal 1 butir 1 Permendag 31/2008). Sumber: http://www.gresnews.com/mobile/berita/tips/101515-hukum-bisnis-waralaba-di-indonesia/

Pengertian Perjanjian

Sumber: https:/media.neliti.com

Pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.

Syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata  yaitu:

1.    Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.    Suatu pokok persoalan tertentu;

4.    Suatu sebab yang tidak terlarang (Pasal 1335 KUHPerdata dst.)

Dalam hal keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak (Vide Pasal 1338 KUHPerdata)

 

Hukum Perjanjian Waralaba

Sumber: Jurnal RUSTATI, Maria, Prof. Emmy Pangaribuan SH 2006, Tesis, S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Bisnis)

Perjanjian Waralaba merupakan perikatan yang timbul dari perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan pemakaian Hak Atas Kekayaan Intelektual milik Pemberi Waralaba oleh Penerima Waralaba diatur dalam Undang-Undang mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang Hak Merek, Hak Paten dan Rahasia Dagang.

Perjanjian Waralaba berdasarkan Pasal 5 PP 42/2007 Perjanjian Waralaba, setidaknya memuat:

        1.       Nama dan alamat para pihak;

        2.   Jenis Hak Kekayaan Intelektual;

        3.       Kegiatan usaha;

        4.       Hak dan kewajiban para pihak;

     5.       Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;

        6.       Wilayah usaha;

        7.       Jangka waktu perjanjian;

        8.       Tata cara pembayaran imbalan;

        9.       Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;

        10.   Penyelesaian sengketa; dan

        11.   Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian

Sehubungan dengan syarat sahnya perjanjian waralaba antara pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee), harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut:

Sumber: https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4718/kontrak-perjanjian-franchise/

            ·         Adanya kesepakatan (isi atau klausul perjanjian);

            ·         Umur para pihak sudah mencapai 18 tahun atau sudah pernah melakukan perkawinan (cakap atau dewasa menurut hukum);

            ·         Mengenai hal tertentu, dalam hal ini mengenai waralaba;

            ·         Suatu causa yang halal, tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

 

Asas-asas Perjanjian Waralaba: Sumber: Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 1, Juni 2017 : 34-36

        1.       Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang bersifat universal, karena tidak hanya ada dalam KUHPerdata saja. Asas ini tidak berdiri sendiri, maknanya hanya dapatditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas-asas hukum perjanjian yang lain, yang secara menyeluruh asas-asas ini merupakan pilar, tiang, pondasidari hukum perjanjian.

        2.       Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme ini terkandung didalam Pasal 1320KUHPerdata yang mengandung arti adanya kemauan dari para pihak untuk saling mengikatkan diri dan untuk saling berpartisipasi.Kesepakatan mereka yang mengikat diri adalah esensial darihukum perjanjian.

        3.       Asas Kepercayaan

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain akan menumbuhkan kepercayaan diantara pihak, bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhiprestasinya, karena tanpa adanya kepercayaan maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

        4.       Asas Kekuatan Mengikat

Berdasarkan asas ini, para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan,terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga ada beberapa unsur lainsepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moralyang mengikat para pihak.

        5.       Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat,tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa,kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihakwajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan keduapihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan tuhan.

        6.       Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asaspersamaan, kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasidan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melaluikekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untukmelaksanakan perjanjian dengan itikad baik,dapat dilihat bahwakedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

        7.       Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

        8.       Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isiperjanjian. Asas kepatutan ini harus dipertahankan karena melaluiasas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan.

        9.       Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam waralaba tidak saja tentang perjanjian pemberian lisensi tetapi lebih dari itu. Masih ada Perjanjian-perjanjian lain yang terkait dengan waralaba tersebut, seperti :

Sumber: Jurnal Mudassir Mathar, Judul: Aspek Hukum Usaha Waralaba di Indonesia

        1.       Perjanjian Tentang Hutang Piutang. Seorang calon pengguna waralaba memerlukan pinjaman guna pembayaran "fee"(biaya-biaya). Adakalanya pinjaman ini diperoleh dari pihak lain, tetapi ada kemungkinan waralaba memberikan pinjaman kepada pengguna waralaba untuk dipergunakan sebagai modal kerja.

        2.       Penyewaan Tempat Usaha. Tempat usaha ini memegang peranan penting bagi pemasaran. Kadangka pemilik waralaba memiliki bagian yang mengadakan penelitian tentang tempat usaha ini, mencari tempat usaha yang letaknya strategis lalu membeli atau menyewanya, dan kemudian menyewakannya kepada pengguna waralaba (franchisee).

        3.       Perjanjian Pembangunan TempatUsaha. Pada tempat usaha waralaba tertentu masyarakat yang ingin membangun agar bangunan-bangunannya dapat dibuat secara khas (Khusus) sesuai dengan persyaratan yang nantinya diberikan oleh pemilik waralaba (franchisor). Pengguna waralaba (franchisee) boleh memakai pemborongnya sendiri, tetapi dalam banyak perakteknya kadang kala pemilik waralaba (franchisor) mempunyai hak veto dalam mendesain dan menata tempat usahanya agar sesuai dengan bentuk yang telah lazim mereka pergunakan dalam bisnisnya.

        4.       Penyewaan Peralatan

Ada kemungkinan bahwa pihak pemilik waralaba (franchisor) mensyaratkan bahwa alat-alat dibeli atau disewakan darinya. Selain yang disebut diatas perjanjian waralaba (franchising) antara lain :

a.       Melibatkan lisensi nama perniagaan, logo type, dan merek jasa.

b.       Melibatkan nama baik perusahaan, dan pengguna waralaba memanfaatkan hal ini.

c.       Pemberian informasi rahasia dan keterampilan atau kecakapan tehnik. Informasi rahasia ini memegang peranan penting dalam waralaba.

 

Dengan adanya perjanjian waralaba mengakibatkan adanya pemberian hak untuk menggunakan sistem waralaba yang bersangkutan. Pemberian hak-hak tersebut ialah : Sumber: Jurnal Mudassir Mathar, Judul: Aspek Hukum Usaha Waralaba di Indonesia

        1.       Hak merek

Hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf -huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. (Pasal 1 Nomor 1 Undang-Undang No.19 Tahun 1992- Undang-Undang tentang Merek.) Suatu merek dianggap sah apabila merek itu telah didaftarkan dalam Daftar Merek. Barang siapa yang pertama yang mendaftarkan, dialah yang berhak atas merek, dan secara eksklusif (exclusive) dia dapat memakai merek tersebut, sedang pihak lain tidak boleh memakainya, kecuali dengan izin. Tanpa pendaftaran tidak ada hak atas merek, lnilah terdapat lebih ban yak kepastian. Hal ini tersimpul dalam pasal 3 Undang-Undang No.19 Tahun 1992 tentang Merek yang menyatakan: "Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar merek umum untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek itu atau memberi izin kepada seorang atau beberapa orang secara bersama -sama atau badan hukum untuk menggunakannya" .

        2.       Hak Paten. (Undang-Undang No.6 Tahun 1986)

a.       Paten adalah hak khusus yang dibenkan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya dibidang tehnologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1). Penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang tehnologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Paten). Dari Pasal 1 angka 2 UUP dapat disimpulkan bahwa penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi yang dapat berupa:

a. Proses produksi, atau

b.       Hasil produksi, atau

c.       Penyempurnaan proses produksi, atau

d.       Penyempurnaan hasil produksi, atau

e.       Pengembangan proses produksi, atau

f.        Pengembangan hasil produksi

3. Hak Cipta.

Pengaturan hak cipta dijumpai dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002. Pasal 2 Ayat 1 : Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat 2 : Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Progra Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.


Hukum Perijinan Waralaba Sumber: https://smartlegal.id/pendirian-usaha/2019/04/24/cara-mengurus-izin-usaha-franchise/

Selain perjanjian, aspek hukum lain yang harus diperhatikan adalah pengurusan izin usaha franchise atau waralaba. Franchise merupakan salah satu usaha di sektor perdagangan sehingga perizinan usahanya dilakukan melalui OSS sebagaimana diatur Peraturan Menteri Perdagangan No. 77 Tahun 2018.

Kini sebagian besar perizinin usaha dilakukan melalui sistem online single submission (OSS), salah satunya adalah perizinan usaha sektor perdagangan.

        1.       Melakukan registrasi akun melalui laman website https://oss.go.id/oss/ Setelah mengisi beberapa informasi pada menu daftar, Anda akan menerima email validasi akun dan user ID serta password untuk log-in.    

        2.       Mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha)

       3.       Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) berdasarkan komitmen STPW diproses dan diterbitkan oleh Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan atas permohonan STPW yang diajukan oleh:

a.        Waralaba dari Luar Negeri, Pemberi Waralaba dari Dalam Negeri

b.        Pemberi Waralaba Lanjutan dari Luar Negeri,

c.       Pemberi Waralaba Lanjutan dari Dalam Negeri Penerima Waralaba dari Waralaba Luar Negeri,

STPW diproses dan diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten/Kota atas permohonan STPW yang diajukan oleh:

a.       Waralaba dari Waralaba Dalam Negeri

b.       Waralaba Lanjutan dari Waralaba Luar Negeri

c.       Waralaba Lanjutan dari Waralaba Dalam Negeri.

Komitmen adalah pernyataan untuk memenuhi persyaratan dari STPW. Memenuhi Persyaratan Komitmen Pemberi Waralaba: Memiliki Prospektus Penawaran Waralaba Pemberi Waralaba Lanjutan: Memiliki Prospektus Penawaran Waralaba Penerima Waralaba: Memiliki Perjanjian Waralaba dan Prospektus Penawaran Waralaba Penerima Waralaba Lanjutan: Memiliki Perjanjian Waralaba

  1. Memenuhi Persyaratan Komitmen

·         Pemberi Waralaba: Memiliki Prospektus Penawaran Waralaba

·         Pemberi Waralaba Lanjutan: Memiliki Prospektus Penawaran Waralaba. 

·         Penerima Waralaba: Memiliki Perjanjian Waralaba dan Prospektus Penawaran Waralaba.

·         Penerima Waralaba Lanjutan: Memiliki Perjanjian Waralaba


Prospektus Penawaran Waralaba adalah keterangan tertulis yang memuat data dari Pemberi Waralaba: Sumber: https://smartlegal.id/pendirian-usaha/2019/04/24/cara-mengurus-izin-usaha-franchise/

           a.       Identitas

           b.       Legalitas usaha

          c.       Sejarah kegiatan usahanya;

          d. Struktur organisasi Pemberi Waralaba;

          e.       Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;

          f.        Jumlah tempat usaha; daftar Penerima Waralaba; dan

           g.    Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.

Proses permohonan pendaftaran franchise ini tidak membutuhkan biaya. Terkait jangka waktu berlakunya, STPW berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Hukum Perikatan Waralaba Sumber: Subekti.2001. Hukum Perjanjian.Jakarta: PT.Intermasa

Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Perikatan termasuk ke dalam kelompok hukum perdata, yang mengatur hubungan hukum antara dua subyek hukum atau lebih dalam lapangan harta kekayaan, dimana masing-masing pihak mempunyai kewajiban satu sama lain untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dalam perikatan kewajiban-kewajiban tersebut dikenal dengan istilah prestasi, dan sebaliknya bagi pihak yang tidak memenuhi kewajiban disebut dengan istilah wanprestasi.

Berdasarkan kewajiban atau prestasi para pihak dalam perikatan, maka perikatan terbagi atas :

Sumber:https://www.google.co.id/amp/s/rendratopan.com/2018/12/09/hukum-perikatan/amp/

1.       Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 BW – 1238 BW).

2.       Perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1239 BW – Pasal 1242 BW).

3.       Perikatan bersyarat (Pasal 1253 BW – Pasal 1267 BW).

4.       Perikatan-perikatan dengan waktu yang ditetapkan (Pasal 1268 – Pasal 1271 BW).

5.       Perikatan dengan pilihan atau perikatan yang boleh dipilih oleh salah satu pihak (Pasal 1272 BW –     Pasal 1277 BW).

6.       Perikatan tanggung renteng atau perikatan tanggung menanggung (Pasal 1278 BW – Pasal 1295 BW).

7.       Perikatan yang dapat dibagi-bagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 1296 BW – Pasal 1303 BW).

8.       Perikatan dengan perjanjian hukuman (Pasal 1304 BW – Pasal 1312 BW)

Dasar Hukum Perikatan Sumber: https://www.coursehero.com/file/p722dia/Dasar-hukum-perikatan-berdasarkan-KUH-Perdata-terdapat-tiga-sumber-adalah/

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :

·         Perikatan yang timbul dari persetujuan

·         Perikatan yang timbul dari undang  undang

·  Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela


Sumber

https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perikatan/

https://www.google.co.id/amp/s/rendratopan.com/2018/12/09/hukum-perikatan/amp/

https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4718/kontrak-perjanjian-franchise/

Subekti.2001. Hukum Perjanjian.Jakarta: PT.Intermasa

http://www.gresnews.com/mobile/berita/tips/101515-hukum-bisnis-waralaba-di-indonesia/

https:/media.neliti.com

Jurnal RUSTATI, Maria, Prof. Emmy Pangaribuan SH 2006, Tesis, S2 Ilmu Hukum (Magister Hukum Bisnis)

Jurnal Yuridis Vol. 4 No. 1, Juni 2017 : 34-36

Jurnal Mudassir Mathar, Judul: Aspek Hukum Usaha Waralaba di Indonesia

https://www.coursehero.com/file/p722dia/Dasar-hukum-perikatan-berdasarkan-KUH-Perdata-terdapat-tiga-sumber-adalah/

https://www.google.co.id/amp/s/rendratopan.com/2018/12/09/hukum-perikatan/amp/

https://smartlegal.id/pendirian-usaha/2019/04/24/cara-mengurus-izin-usaha-franchise/

 

 

 

 


Rabu, 30 Januari 2019

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM


Pelatihan (Training) merupakan suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dam terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, diterapkan kepada pegawai manajerial yang mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk mencapai tujuan yang umum.

Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat managerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Tujuan pelatihan dan pengembangan
Tujuan Pelatihan dan Pengembangan, antara lain:

Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.
Meningkatkan produktivitas kerja.
Meningkatkan kualitas kerja.
Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.
Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
Menghindarkan keusangan (obsolescence).
Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.
Komponen-komponen Pelatihan dan pengembangan
Komponen-komponen pelatihan dan pengembangan adalah:

Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur.
Para pelatihan (trainers) harus ahlinya yang berkualifikasi memadai (profesional).
Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Metode pelatihan dan pengembangan disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.
Pelatih (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Prinsip-prinsip perencanaan pelatihan dan pengembangan

Mc Gehee (1979) merumuskan prinsip-prinsip perencanaan pelatihan dan pengembangan sebagai berikut:

Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan
Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Penatar harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon positif dari peserta.
Menggunakan konsep pembentukan (Shaping) perilaku.
How to
Tahapan-tahapan penyusunan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
Kebutuhan pelatihan dapat muncul karena adanya tuntutan yang akan dihadapi di masa depan atau juga dari masalah yang muncul saat ini karena ada yang tidak beres. Analisis terlebih dahulu masalah pelatihan kemudian tentukan prioritas apakah masalah tersebut mendesak ataukah penting. Ada tiga analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan, Yaitu:

2. Analisis Organisasi
Menganalisa tujuan organisasi, sumber daya yang ada, dan lingkungan organisasi yang sesuai dengan kenyataan. Dalam menganalisis organisasi perlu diperhatikan pertanyaan “ where is training and development needed and where is it likely to be successful within an organization?”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan survei sikap pegawai terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi. Disamping itu, analisis organisasi dapat menggunakan turnover , absensi, kartu pelatihan, daftar kemajuan pegawai, dan data perencanaan pegawai.

3. Analisis pekerjaan dan tugas.
Analisis pekerjaan dan tugas merupakan dasar untuk mengembangkan program job-training. Sebagaimana program pelatihan analisis job, dimaksudkan untuk membantu pegawai meningkatkan pengetahuan, skill, dan sikap terhadap suatu pekerjaan.

4. Analisis pegawai
Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan pelatihan bagi pegawai yang bekerja pada job-nya. Kebutuhan pelatihan pegawai dapat dianalisis secara individu maupun kelompok. Analisa kebutuhan individu dari pelatihan dapat dilakukan dengan cara observasi oleh supervisor, evaluasi keterampilan, kartu kontrol kualitas, dan tes keterampilan pegawai. Analisa kebutuhan kelompok dapat dipresiksi dengan pertimbangan informal dan observasi oleh supervisor maupun manager.

5. Menetapkan Tujuan dan Sasaran Pelatihan/ Pengembangan
Sasaran pelatihan adalah perilaku yang diharapkan dari para peserta. Sasaran harus menspesifikasi kemampuan peserta untuk melakukan pekerjaan tertentu, dengan tingkat kemampuan tertentu pada kondisi tertentu. Timothy dkk (dalam Chomsin S. Widodo & Jasmadi, 2004) menyatakan tujuan rancangan yang dibuat dipakai sebagai panduan dan acuan kegiatan dalam menjelaskan tentang hal-hal yang hendak dicapai oleh sistem tersebut. Tujuan ini dibagi dalam tiga bagian kawasan yaitu:

Kognitif, berorientasi pada penambahan kemampuan peserta.
Afektif, berhubungan dengan sikap (attitude), minat, sistem, nilai dan emosi.
Psikomotorik, berorientasi pada keterampilan peserta sehingga terampil dalam suatu kegiatan tertentu.
Sasaran dapat digunakan untuk mengidentifikasi outcomes dari sebuah proses pembelajaran yang ingin dilakukan (mengidentifikasi kompetensi), memberikan arah bagi pengembangan materi atau content pembelajaran (memberi batasan dan urutan materi yang sesuai dengan outcomes yang ingin dicapai), dan untuk menentukan bagaimana kegiatan pelatihan dapat berlangsung dengan efektif.

6. Menetapkan Kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
Jika sebagaian besar trainee menunjukkan adanya penguasaan, maka dapat disimpulkan proses pelatihan efektif. Untuk mengetahui adanya penguasaan yang meningkat, sebelum pelatihan dilakukan ujian tentang taraf penguasaan trainee (pre-test), dan dibandingkan dengan hasil ujian yang diberikan setelah pelatihan diberikan, kemudian dihitung taraf kontribusinya.

7. Memilih Metode Pelatihan/Pengembangan
Pada saat memilih rancangan metode dan media yang digunakan harus diperhatikan keterampilan trainer dan sumber daya yang perusahaan miliki. Berikut metode yang dapat digunakan dalam program ini:

1. Self Learning
Self learning merupakan pelatihan yang menggunakan modul, video tape atau kaset, sehinga karyawan dapat mempelajarinya sendiri.

2. On the Job Training
On The Job Training merupakan pelatihan dimana para peserta latihan langsung bekerja di tempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas.

3. Lecture (ceramah atau kuliah)
Metode Lecture (ceramah atau kuliah) merupakan suatu metode tradisonal karena hanya pelatih yang berperan aktif sedangkan peserta pengembangan bersikap pasif.

4. Task Assignment
Metode Task Assigment adalah metode yang dilakukan dengan cara meminta karyawan untuk melakukan tugas sesuai dengan perintah dengan batas waktu tertentu.

5. Project Assignment
Project Assigment adalah metode metode pelatihan dimana karyawan diminta untuk membuat suatu project  yang dikerjakan secara berkelompok.

6. Job Rotation
Metode Job Rotation adalah metode yang dilakukan dimana peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah dari satu bagian ke bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan interval yang terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja.

7. Coaching
Coaching adalah proses membimbing bawahan dalam team, dan proses bagaimana pemimpin mengembangkan kesadaran diri anggota/bawahan dengan melakukan tatap muka, untuk masalah kinerja berkaitan keterampilan / kompetensi teknik, keterampilan managerial (soft skill).

8. Counseling
Proses membantu bawahan untuk urusan yang terkait dengan pemahaman diri bawahan, penerimaan diri dan pertumbuhan emosi, pengenalan karakter, masalah sikap, mental, kepribadian, attitude, masalah keluarga, keuangan dll.

9. Confrence (Rapat)
Pada metode confrence (Rapat) Pelatih memberikan suatu makalah tertentu dan peserta pengembangan ikut serta berpastisipasi dalam memecahkan makalah tersebut. Mereka harus mengemukakan ide dan sarannya untuk didiskusikan serta diterapkan kesimpulanya pada metode konferensi pelatih dan yang dilatih sama-sama berperan aktif serta dilaksanakan dengan komunikasi dua arah.

10. Seminar atau Workshop
Seminar atau workshop merupakan pelatihan dimana para karyawan diminta untuk memberikan penilaian terhadap topik yang diseminarkan oleh orang lain dan bertujuan untuk melatih kecakapan dalam memberikan komentar.

11. Case Study & Case Analysis
Case study & Case Analysis adalah metode pelatihan dimana karyawan diminta untuk menganalisa suatu masalah dan memberikan solusi yang terbaik dari masalah tersebut.

12. Laboratory Traning
Laboratory Training merupakan pelatihan dengan kelompok diskusi yang tak beraturan dan dimana masing-masing orang mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain, sehingga saling mengerti satu sama lain.

13. Action Plan
Action plan merupakan metode pelatihan dimana karyawan diminta mengembangkan  sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil temuan mereka.

14. Mengadakan percobaan (try out) dan Revisi.
Setelah kebutuhan pelatihan, sasaran pelatihan ditetapkan, kriteria keberhasilan dan alat ukurnya dikembangkan, bahan untuk latihan dan metode latihan disusun dan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah melakukan uji coba paket penelitian. Uji coba rancangan pelatihan dilakukan dengan menyajikan kepada beberapa orang yang bisa mewakili. Melalui uji coba kita dapat mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul dalam kegiatan pelatihan sebelum modul tersebut siap diproduksi atau digunakan secara umum. Uji coba juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan yang masih ada, apakah sudah dirumuskan dengan jelas dan tepat, apakah bahannya telah relevan dan metode pelatihannya sesuai serta dapat dilaksanakan oleh trainer, mengetahui efisiensi waktu belajar pada tiap-tiap sesi, alur pelatihan, kesesuaian pemahaman partisipan terhadap tujuan dari tiap-tiap sesi dan penggunaannya, efektivitas modul dalam membantu peserta untuk mencapai kompetensi yang harus dimiliki dan mengenai program pelatihan secara keseluruhan dari partisipan.

15. Mengimplementasikan dan Mengevaluasi
Setelah memperbaiki kekurangan pada rancangan pelatihan, maka rancangan tersebut dapat diterapkan kepada karyawan. Secara garis besar, dalam penyelenggaraan pelatihan ada dua hal penting yang perlu dilakukan oleh “Panitia Penyelenggara”, yaitu Tahap Persiapan dan Tahap Pelaksanaan Pelatihan.

         1. Tahap Persiapan Persiapan operasional ini antara lain meliputi:
Pemberitahuan/Undangan kepada peserta
Pemberitahuan/Undangan kepada Fasilitator/Nara Sumber
Menetapkan tempat penyelenggaraan dan fasilitas yang tersedia
Mempersiapkan Kelengkapan Bahan Pelatihan
Mempersiapkan Konsumsi
Tahap Pelaksanaan Pelatihan. Secara umum, alur pokok yang ditempuh dalam pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut di bawah ini:
Pembukaan Pelatihan;
Pencairan Suasana.
Pembahasan Materi Pelatihan
Rangkuman, Evaluasi dan Tindak Lanjut pelatihan



SUMBER:
http://binakarir.com/pelatihan-dan-pengembangan-sdm/
Mangkunegara, A A Anwar Prabu. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia . Bandung: PT. Refika Aditama